Pemanfaatan Kayu Acacia Auriculiformis Di Blitar Selatan

Tanaman Acacia auriculiformis banyak diminati oleh petani Blitar Selatan khususnya di tiga yaitu, Kecamatan Wonotirto, Bakung dan Kademangan. Tanaman ini berkembang dengan pesat karena bijinya cukup banyak, mudah tumbuh dan menyebar di sekitarnya. Pada lahan yang ditanami akasia biasanya banyak anakan yang tumbuh di bawahnya yang berbeda usia dan tingginya tidak sama. Akasia di desa Ngeni dan Wonotirto dapat tumbuh subur di atas bukit batu kapur dan daunnya tetap hijau (evergreen) walapun saat sekarang lagi musim kemarau.

Pohon akasia yang tumbuh di atas bukit batu

Dikutip dari buku Budidaya Acacia Auriculiformis (IPB Press, 2014) tanaman akasia merupakan tanaman yang tergolong ke dalam  jenis cepat tumbuh (fast growing species), jenis ini cocok ditanam di  hutan yang gundul untuk restorasi hutan atau ditanam di hutan tanaman industri karena dapat menghasilkan biomassa yang besar dalam waktu singkat.  Pertumbuhannya bisa mencapai 30m dengan diameter at breast height (d.b.h.) dapat mencapai 80cm. Tanaman akasia mempunyai kemampuan mengikat nitrogen yang mampu untuk menyuburkan tanah, dengan produksi seresah 4.800-5.700 kg/ha/tahun. Spesies ini dianggap mempunyai kemampuan untuk memperbaiki tanah dan bisa tumbuh pada tanah-tanah marginal tererosi.

Dalam buku Advances in Plant Breeding Strategies: Industrial and Food Crops  oleh peneliti B2P2BPTH tahun 2019, mengatakan bahwa hasil pemuliaan akasia telah ditanam untuk memasok bahan baku industri kehutanan, seperti pulp dan kertas, kayu gergajian, industri kayu lapis, dan kayu energi. Seperti diketahui, akasia memiliki keunggulan biologis tertentu, seperti pertumbuhan yang cepat, adaptif terhadap tingkat kondisi yang merugikan dan fiksasi nitrogen, yang memberikan peluang menarik untuk penelitian pemuliaan selanjutnya.

Pada kenyataannya pemanfaatan kayu akasia di Blitar Selatan sudah sangat luas mampu mengganti posisi kayu jati sebagai kayu komersial, semua keperluan membangun rumah dan isi perabot rumah tangga dari kayu ini.

Acacia auriculiformis yang berasal dari bagian selatan Papua ini warnanya serat kurang menarik hanya coklat kehitaman, berbeda dengan kayu jati dan kayu sonokeling coraknya khas dan unik. Walaupun demikian saat ini kayu akasia jadi pilihan bagi penduduk Kecamatan Wonotirto, Bakung dan Kademangan karena sudah teruji daya tahannya, bahkan ada yang sampai menjual kayu jati miliknya untuk ditukar dengan kayu akasia guna membuat rumah, karena dirasa lebih kuat dan tahan hama, tidak dimakan nonor. Kayu ini bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan yaitu : untuk membuat rumah (rumah joglo, reng, usuk, daun pintu, kusen pintu dan candela) dan untuk mebel (meja, kursi, lemari dan tempat tidur).

Hasil gergajian kayu akasia menjadi blabak

Seperti rumah milik Suhedi, warga Desa Panggungduwet Kecamatan Kademangan, hampir semua bagian terbuat dari kayu akasia mulai dari reng, usuk, kusen pintu, kusen jendela, daun pintu dan almari. Sampai sekarang kayu tersebut masih utuh tidak dimakan hama. Menurutnya kayu akasia sekarang sudah mahal. Blabak dengan tebal 3 cm, panjang 200 cm, lebar 25 cm 3 tahun yang lalu harganya Rp.200.000,00 dan kini bisa lebih.

Pintu dari kayu akasia

Penulis : Eny Darmayanti, S.P.

Penyuluh Kehutanan Ahli Muda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *