Manisnya Gula Kelapa Dari KTH Langgeng

Segarnya aroma nira kelapa yang sedang dimasak memberikan semangat pagi bagi Bambang petani penghasil gula kelapa dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Langgeng yang berada di Desa Candirejo Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar. Rutinitas yang setiap hari dilakukan oleh Bambang dimulai setelah Sholat Subuh pukul 04.30 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB adalah memanjat 30 pohon kelapa  yang dia sadap untuk diambil nira nya. Dari 30 pohon kelapa yang disadap diperoleh 110-125 liter nira kelapa. Setelah itu nira kelapa yang diperoleh kemudian disaring dan dimasak dalam wajan besar dengan pengapian menggunakan kayu bakar selama kurang lebih 4 Jam. Proses selanjutnya setelah nira kelapa sudah mulai mengental dilakukan “pengicikan” selama 1 jam dengan tujuan agar gula kelapa cair dapat tercetak dengan sempurnya. Sebelum dilakukan pencetakan, batok kelapa yang digunakan untuk wadah pencetakan dicuci bersih sehingga tidak berpengaruh terhadap kualitas gula kelapa yang dihasilkan. Pencetakan dilakukan secara hati-hati sesuai dengan besarkecilnya batok kelapa yang digunakan, tidak menggunakan ukuran maupun timbangan untuk menyeragamkan berat guula kelapa. Dari 110-125 liter nila kelapa diperoleh sekitar 19-20 kg gula kelapa yang siap dijual dengan harga Rp. 13.000/kg atau sesuai dengan harga pasar saat itu karena harga gula kelapa naik turun sesuai dengan harga pasaran.

Proses pembuatan gula kelapa secara tradisional yang biasa dilakukan petani menurut Bambang terdiri dari beberapa tahapan antara lain :

  1. Penyadapan, satu tangkai bunga (manggar) dapat disadap selama satu sampai satu setengah bulan.
  2. Penyaringan Nira Kelapa, dilakukan untuk memisahkan nira dari kotoran yang ikut terbawa selama penyadapan.
  3. Pemasakan Nira Kelapa, proses penguapan nira  sehingga diperoleh pekatan nira yang siap dicetak menjadi gula kelapa.
  4. Pencetakan, penuangan pekatan nira kedalam cetakan batok kelapa.
  5. Pendinginan
  6. Gula Kelapa siap dipasarkan
Gula Kelapa yang sudah dicetak dalam batok dan menunggu proses pendinginan

Agroforestry dan Gula Kelapa

            Agroforestry atau lebih sering disebut dengan “wanatani” merupakan sistem atau pola pemanfaatan lahan dengan menggabungkan dua komponen atau lebih yang terdiri atas pertanian (agro) dan kehutanan (forest). Agroforestry merupakan upaya optimalisasi pemanfaatan lahan dengan kombinasi tanaman kayu-kayuan dan tanaman semusim atau tanaman perkebunan lainnya untuk membantu memecahkan permasalahan sosisal ekonomi masyarakat serta sekaligus untuk kelelestarian hutan.

Pola agroforestry yang ada di KTH Langgeng Desa Candirejo Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar adalah Agroforestry dengan mengkombinasikan tanaman sengon dengan tanaman kelapa dan tanaman MPTS lainnya. Menurut Bambang tanaman kelapa sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka. Pengolahan gula kelapa juga sudah dilakukan secara turun temurun dan dilakukan secara tradisional. Proses pembuatan dari dahulu sampai sekarang masih sama belum ada perubahan dan dilakukan berbasis keluarga. Gula kelapa menjadi adalan pendapatan keluarga sehari-hari dan hampir 80 persen masyarakat yang ada di Dusun Kalicilik Desa Candirejo menjadi penyadap dan pengolah gula kelapa.

Agroforestry di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar

            Harapan dari petani yang tergabung dalam KTH Langgeng adalah mereka bisa menikmati manisnya gula kelapa yang mereka produksi yaitu dengan peningkatan pendapatan untuk kesejahteraan keluarga.  Besar harapan nantinya akan ada inovasi produk yang selama ini produk gula kelapa dijual dalam bentuk dan kemasan tradisional bisa dikemas secara modern. Diversifikasi produk juga perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai jual dan nilai guna produk dengan tujuan untuk peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Penulis : Dwi Harjo Widiawan, S.Hut., M.AP.

Penyuluh Kehutanan Ahli Muda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *