Harapan Dalam Budidaya Jamur Tiram Yang Berwasasan Ekologi Di KTH Telaga Abadi

Kelompok Tani Hutan Telaga Abadi adalah kelompok tani yang berkecimpung dalam lingkup pembangunan kehutanan di Desa Tlogo Kecamatan Kanigoro  Kabupaten  Blitar yang dibentuk dengan tujuan bersama sebagai wadah meningkatkan pengetahuan dan kerjasama dalam usaha tani hutannya. Adapun usaha KTH Telaga Abadi saat ini yang menjadi unggulan adalah usaha budidaya jamur tiram yang sudah mencapai 6.000 log dengan produksi ±50 kg tiap harinya.

Budidaya

Media tanam untuk budidaya jamur adalah serbuk kayu, serbuk padi, serbuk jagung, dan kapur. Empat komponen ini diaduk rata, lalu masukkan ke plastik ukuran 18×35 mm, disebut baglog. Setelah diaduk, sebelum masuk plastik, didiamkan dulu sehari semalam. Menurut penuturan salah satu petani jamur, Aang, serbuk kayu yang ideal untuk budidaya adalah kayu sengon. Apabila berasal dari serbuk kayu lunak, misal randu atau mangga, masa produktif akan lebih rendah. Apabila menggunakan serbuk kayu keras, proses tumbuh lama. Biasanya, masa produktif panen jamur selama empat bulan, bila lebih dari itu, maka kualitas jamur akan menurun.

“Sok abit roh, tombunah tak pate lebbha’, pas ukuran tombunah ngini’i keya (makin lama, tumbuh makin tidak lebat, ukurannya makin kecil),” tutur Aang lulusan Madrasah Aliyah An-Nawari, Sera Tengah, Bluto, Sumenep itu.

Baglog yang akan menjadi tempat tumbuh jamur tiram

Takaran campuran baglog yang biasa mereka gunakan dalam satu adonan adalah 12 bak besar serbuk kayu, 2kg serbuk jagung, 2kg kapur, 8kg serbuk padi, dan air secukupnya. Air sebatas membuat lembab, tidak boleh teralu basah atau kering. Campuran bahan itu dimasukkan dalam plastik ukuran 1 – 1,3 kg. Pada proses pembungkusan, mulut plastik dimasukkan ke kolom (ring) yang terbuat dari bambu sebesar tutup botol, dilipat, ditutup kertas, dan diikat dengan karet gelang ke kolom itu. Setelah baglog siap, lalu dikukus dalam tong selama 8 jam dengan temperatur 100°C untuk sterilisasi. Setelah selesai, didiamkan sejenak hingga hangat (tidak sampai dingin) kemudian masukkan benih jamur, dan siap dimasukkan ke dalam ruang inkubasi. Menurut Aang, biasanya dalam sebotol bibit 250 ml bisa diletakkan untuk 20-25 baglog. Pemasangan bibit, alat-alat harus steril, termasuk tangan. Ketika membibit, spatula dan tangan disemprot dengan spiritus, begitu juga ruangan.

Ruang inkubasi budidaya jamur tiram

Peletakkan baglog di ruang inkubasi dilakukan selama 40-45 hari dengan temperatur ruang 25-27°C , idealnya 26°C. Untuk menyiasati suhu tetap terjaga, dilakukan penyemprotan dengan air jika terlalu panas dan membuka jendela jika terlalu dingin. Bibit jamur tiram diperoleh dari Bogor, sementara serbuk kayunya pesan dari luar kota. Untuk serbuk padi dan jagung biasanya dibeli dari petani di daerah sekitar. Harga satu truk serbuk sengon adalah Rp3.000.000,00 ; kapur Rp 6.000,00 per 3kg ; serbuk padi Rp3.000,00 per kg ; serbuk jagung Rp3.000,00 per kg. Setelah melalui proses inkubasi, baglog dipindah ke ruang budidaya. Sekitar 2-3 minggu, jamur akan tumbuh, dan siap panen

Keuntungan finansial dan ekologi

Ahmad Mahbubi, akademisi dari Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, mengatakan bahwa, budidaya jamur tiram pertama kali dilakukan pada masa perang dunia I di Jerman. Di Indonesia baru dibudidayakan sekitar tahun 1988. Jenis jamur yang biasa dibudidayakan di Indonesia, adalah jamur tiram, merang, kuping, shitake, dan kancing. Jamur yang tak bisa dibudidayakan atau beracun, adalah jenis deadly dapperling (Lepiota brunneoincarnata), Podostroma cornu-damae, Destroying angels, autumn skullcap (Galerina marginata), webcaps, Conocybe filaris, dan death cap (Amanita phalloides). Secara umum, ciri-ciri jamur beracun ialah warna mencolok, bau tak sedap, nasi akan berwarna kuning bila jamur ditletakkan di dalamnya, benda bahan perak akan kehitaman atau kebiruan bila digosokkan pada jamur beracun terutama dari Lactarius terminosus. Kalau jamur Amanita phalloides, mudah hancur bila diraba.

Budidaya jamur bermanfaat dalam jangka panjang karena kebutuhan terhadap jamur bisa terpenuhi setiap saat, tak mengenal musim. Berbeda dengan jamur yang tumbuh alami pada musim hujan. Ketika jamur tumbuh alami, dapat menguntungkan juga karena warga bisa menghemat pengeluaran untuk konsumsi sayuran dengan gratis alias tersedia dari alam. Dalam budidaya jamur, selain mendapat keuntungan finansial, juga secara ekologis. Pengelolaan serius dan intens, katanya, bisa meraup keuntungan per siklus jamur, menyerap tenaga kerja dan menumbuhkan kewirausahaan. Secara ekologis, budidaya jamur bisa mengurangi limbah gergaji kayu karena sebagai salah satu media tanam jamur tiram. Selain pakai sisa gergajian kaju, juga jerami atau alang-alang. Menurut penelitian Puslitbang Sosial Ekonomi dan Perubahan Iklim (P3SEKPI, 2019), budidaya jamur oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) mampu mengalihkan ketergantungan masyarakat pada hutan, mengurangi penebangan liar dan meningkatkan konservasi hutan.

Adapun faktor penghambat tumbuh berkembang jamur adalah terserang hama, penyakit, suhu ruangan tak stabil, dan kondisi di luar persyaratan ideal budidaya jamur. Persyaratan ideal budidaya jamur yaitu, suhu optimum sekitar 20-25 °C , kelembaban udara dalam ruangan berkisar antara 75-85%, derajat keasaman atau pH untuk media jamur tiram sekitar 5,5-7, dan media tanam gunakan serbuk gergaji yang dicampur dengan dedak, kapur, gips, dan pupuk fosfat

Manfaat bagi kesehatan

Merujuk Suwito (2019) struktur tubuh jamur (fungi) terdiri dari sel eukariotik terbentuk dinding sel yang mengandung zat kitin. Benang-benang halus yang menyusun tubuh jamur disebut hifa. Hifa pada jamur dapat bercabang-cabang yang akan membentuk jaringan yang disebut misellium. Misellium ini akan membentuk jalinan hingga terbentuk tubuh buah seperti pada jamur merang. Selain itu, jamur memililki septa (hifa pada jamur juga memiliki pembatas atau sekat antar sel). Septa pada jamur mempunyai pori lumayan besar hingga organel sel dapat mengalir dari satu sel ke sel lain. Jamur memiliki hifa asepta (hifa tak memiliki sekat). Adapun hifa yang bercabang-cabang dan membentuk miselium, katanya, memungkinkan jamur menyerap nutrisi lebih banyak. Jamur yang memiliki sifat parasitisme mempunyai hifa yang termodifikasi (haustorium). Haustorium ini, memiliki ujung untuk menembus jaringan host dan menyerap nutrisi dari host.

Protein dalam 100 gram jamur tiram 27% lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% dalam setiap 100 gram. Sedangkan, kalori pada jamur tiram ini 100 kj per 100 gram dengan 72% lemak tak jenuh. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan serat mencapai 7,4-24,6%, hingga cocok untuk tubuh.

Penulis : Arif Darmawan, S.ST.

Penyuluh Kehutanan Ahli Muda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *